Senin, 19 September 2011

Soros: Perekonomian Dunia dalam Mara Bahaya


Negara maju getol berkotbah tentang disiplin fiskal tapi gagal mengendalikan anggaran.

KAMIS, 15 SEPTEMBER 2011, 23:50 WIB
Hadi Suprapto, Nur Farida Ahniar, Nina Rahayu
VIVAnews - Miliarder dan investor dunia ternama George Soros mengingatkan bahwa krisis utang Eropa berisiko memicu Depresi Besar(Great Depression) lainnya. Hal itu hanya bisa dihindari jika para pemimpin di zona euro menerapkan serangkaian kebijakan radikal, termasuk membentuk lembaga keuangan(treasury) bersama.

Soros, dalam sebuah artikelnya di New York Review of Books dan Reuters.com, mengatakan bahwa para perumus kebijakan harus menyiapkan segala kemungkinan seandainya Yunani, Portugal, dan barangkali juga Irlandia, akan default dan memutuskan keluar dari zona euro.
“Kalaupun bencana bisa dihindarkan, satu hal sudahlah pasti: tekanan untuk mengurangi defisit akan mendorong zona euro ke dalam resesi berkepanjangan. Hal ini memiliki berbagai konsekuensi politik yang tak terkira,” Soros mengingatkan.

Kini, semakin banyak perumus kebijakan, termasuk ekonom, yang meyakini bahwa tinggal soal waktu saja sebelum Yunani, yang terus kedodoran mencapai target fiskalnya setelah menerima dua kali dana talangan (bailouts) dari Uni Eropa/IMF , pada akhirnya akan ambruk juga.

Italia dan Spanyol telah mendapat tekanan dari pasar obligasi, terkait utang bank dan pemerintah mereka yang begitu besar, dan tingkat pertumbuhan yang lemah. Ini penyebab Utama dari munculnya kekhawatiran bahwa kedua perekonomian itu sudah terlalu besar untuk diselamatkan oleh dana penyelamatan Eropa, yang telah digunakan sebagai dana talangan (bailouts) untuk Yunani, Portugal dan Irlandia.

Selain mempersiapkan diri untuk menghadapi kolaps-nya perekonomian di tiga negara itu dan keluarnya mereka dari zona euro, Soros merekomendasikan empat kebijakan utama untuk diterapkan.
Yang pertama, deposito di bank harus diproteksi untuk mecegah bank beroperasi dalam kondisi yang lemah. Kedua, sejumlah bank di negara-negara yang default itu harus terus dijaga agar tetap berfungsi untuk menjaga perekonomian mereka tetap mengapung di permukaan. Ketiga, sistem perbankan Eropa perlu direkapitalisasi dan ditempatkan di bawah supervisi Eropa. Yang terakhir, obligasi-obligasi pemerintah dari negara-negara lain yang juga defisit harus diproteksi.

“Semua ini akan menghabiskan banyak uang,” demikian ditulis filatrofis dan hedge fund manager yang telah berusia 81 tahun ini. “Tak ada alternatif lain kecuali mendorong lahirnya sebuah resep yang selama ini hilang: sebuah lembaga treasury Eropa yang memiliki kewenangan untuk memungut pajak dan meminjam uang.”

Pembentukan Lembaga Treasury Eropa ini, kata Soros, “Adalah satu-satunya cara untuk mencegah lahirnya kemungkinan pelelehan keuangan dan terciptanya Great Depression lain.”

Soros sadar bahwa langkah semacam ini membutuhkan kesepakatan Uni Eropa yang baru dan karena itu ia mendesak para pemimpin Eropa untuk mulai segera bekerja karena proses ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dia juga menyadari bahwa kebijakan semacam ini akan sangat kontroversial, khususnya di Jerman, di mana ada gerakan oposisi yang kuat terhadap kebijakan penjaminan utang semacam ini.
Wewanti Bank Dunia
Peringatan serupa juga dirilis World Bank. Presiden Bank Dunia Robert Zoellick Rabu kemarin, 14 September 2011, mengingatkan bahwa dunia telah memasuki zona bahaya baru. Menurutnya, Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat harus membuat keputusan-keputusan sulit untuk mencegah mereka ikut menyeret turun perekonomian global.
"Kecuali Eropa, Jepang, dan AS dapat memikul tanggung jawab penuh, mereka akan menyeret jatuh bukan hanya diri mereka sendiri tapi juga perekonomian global," demikian Zoellick berpidato di George Washington University, AS.
"Mereka lama terus menunda-nunda berbagai keputusan sulit, mencoba menyempitkannya pada sejumlah opsi, yang kini tinggal tersisa sedikit saja dan akan menyakitkan," dia mengatakan sebelum pertemuan Bank Dunia dan International Monetary Fund pekan depan.
Pidato tajam Zoellick itu menggarisbawahi memuncaknya ketakutan di antara para perumus kebijakan dunia tentang krisis utang pemerintah di Eropa yang kini menjadi semakin parah, dan bahkan telah menutupi kekhawatiran sebelumnya dari para investor tentang kondisi keuangan dan reformasi sektor publik di AS dan Jepang.
Zoellick menekankan, AS dan Jepang--yang telah meminta China untuk ikut berperan aktif mengatasi krisis ini sebagai sebuah kekuatan ekonomi global yang sedang naik daun--juga harus mengambil tindakan secara bertanggung jawab dan menghadapi berbagai masalah ekonomi mereka sendiri.
Perdana Menteri China Wen Jiabao sebelumnya telah meminta negara-negara maju untuk mengambil tanggung jawab untuk mengambil berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang diperlukan, guna menghindarkan krisis Eropa menyebar ke negara-negara lain.

Pertemuan antara para pemimpin keuangan dan pembangunan global di Washington pekan depan akan memusatkan perhatian pada krisis utang Eropa dan risiko gagal bayarnya utang Yunani, dan telah semakin nyaring membunyikan alarm di berbagai pasar modal dunia.
Beragamnya sinyal yang disampaikan para pemimpin Eropa telah membuat makin menjadinya kekhawatiran bahwa 17 anggota zona euro tak akan bisa bersatu untuk merumuskan pendekatan bersama yang satu untuk menghadapi krisis ini.
Zoellick mengatakan negara-negara Eropa masih menolak sejumlah kenyataan pahit tentang tanggung jawab bersama mereka.
"Waktu untuk berputar-putar sudah usai," kata Zoellick. "Jika kita tidak berhasil menghadapi fenomena ini, jika kita tidak beradaptasi untuk berubah, jika kita tidak meninggalkan taktik politik jangka-pendek semata atau mengakui bahwa dengan kekuasaan itu juga muncul tanggung jawab, maka kita akan hanyut dalam arus yang berbahaya."
Yang menarik, pidato Zoellick juga menyoroti berubahnya lanskap global di mana negara-negara berkembang, menurut dia, sedang memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian dunia--dan juga semakin meningkat di sektor pembangunan.
Dia mengatakan negara-negara maju belum sepenuhnya mengakui bahwa pergeseran global ini sedang berlangsung dan masih saja beroperasi di bawah kebijakan "lakukan menurut apa yang saya katakan, bukan menurut apa yang saya perbuat". Negara-negara maju ini getol berkotbah tentang disiplin fiskal tapi gagal mengendalikan anggaran mereka sendiri. Mereka juga gagah mempromosikan keberimbangan utang, padahal utang mereka sendiri luar biasa tingginya.

Ditanggapi serius

Sementara itu, pemerintah menyatakan akan menyiapkan program stimulus untuk menghindari kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan krisis Eropa ternyata lebih serius dari yang diperkirakan semula. "Sekarang kami akan bersiap untuk menghadapi krisis itu," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 15 September.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Bambang Brodjonegoro, menambahkan krisis global yang terjadi saat ini akan berpengaruh bagi Indonesia. Pemerintah mengkhawatirkan munculnya kembali kondisi ekonomi seperti pada krisis 2008 lampau. "Krisis seperti 2008 akan terjadi pada 2012. Krisis global bisa lebih berat dari 2008," kata Bambang, was-was.

Menurut Bambang, pengaruh krisis global ini memang tidak akan berdampak langsung kepada Indonesia. Namun, resesi ini bakal memukul negara-negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor Indonesia, sehingga mau tidak mau pada akhirnya akan ikut mengancam perekonomian nasional. (kd)
ssssssssssssssssssssssssssss
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar